Sidang PT Arion Indonesia, Pakar Hukum Sebut Pemahaman DJP Terkait Tidak Adanya Akibat Hukum Adalah Keliru

- 31 Mei 2024, 16:30 WIB
dok. PT Arion Indonesia
dok. PT Arion Indonesia /


PIKIRAN RAKYAT
- Sidang gugatan PT Arion Indonesia melawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menarik perhatian publik di Pengadilan Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (30/5/2024). Persidangan ini menghadirkan Pakar Hukum yang mengkritik sikap DJP yang dianggap tidak konsisten terkait kepatuhan terhadap Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (UU AP).

PT Arion Indonesia mempermasalahkan adanya dua kali pembahasan dalam proses pemeriksaan pajak oleh DJP melalui Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III. Menurut PT Arion Indonesia, hal ini menunjukkan pelanggaran terhadap Hukum Acara Pemeriksaan Pajak.

Namun, DJP yang diwakili oleh tim sidang Kanwil DJP Jatim III berpendapat bahwa tindakan tersebut adalah wajar karena norma hukum hanya mengharuskan penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada wajib pajak, tanpa sanksi hukum apabila terjadi keterlambatan.

Alessandro Rey, Pakar Hukum yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh PT Arion Indonesia, menyatakan bahwa pemahaman DJP terkait tidak adanya akibat hukum adalah keliru. Rey mendesak hakim untuk mempertimbangkan bukan hanya Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), tetapi juga prinsip-prinsip hukum dan keadilan.

“Kalau dibiarkan seperti ini, negara bisa chaos menghadapi oknum DJP yang suka pilah-pilih pasal,” tegas Rey dalam persidangan.

Rey juga menyoroti pernyataan Kanwil DJP Jatim III pada sidang sebelumnya yang menyebut mereka patuh terhadap UU AP karena pejabat pemerintah di bidang perpajakan. Namun, terjadi inkonsistensi ketika mereka menyatakan tidak tunduk mengenai keterlambatan penyampaian SPHP.

“Tergugat sendiri sudah mengakui bahwa mereka tunduk bukan saja kepada hukum perpajakan tetapi juga Hukum Administrasi Pemerintahan, jadi tidak ada alasan hukum bagi Hakim mengesampingkan UU AP,” kata Rey.

Rey menjelaskan bahwa menurut UU AP Pasal 19, keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan dengan melampaui wewenang, termasuk melampaui batas waktu berlakunya wewenang, dapat dinyatakan tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Padahal kalau merujuk pada UU yang lain yaitu UU AP sudah jelas bahwa syarat sah keputusan harus dilakukan dengan prosedur yang tepat,” tambah Rey.

Persidangan ini menjadi penting dalam memastikan ketertiban dan kepastian hukum dalam administrasi perpajakan di Indonesia. ***

Editor: Julkifli Sinuhaji


Artikel Pilihan

Terkini